- Kompas: Jumat, 19 Desember 1997, halaman 19
AYAH saya di mana ya?” ujar Jodie Foster (35) sambil tertawa. Mungkin ia tertawa, tetapi tidak ada yang tahu apa yang terjadi dalam batinnya. Sejak usia tiga bulan dalam kandungan orangtuanya bercerai. Dengan tekad hidupnya yang luar biasa, Foster menjalani masa kanak-kanaknya dan kemudian tumbuh sebagai seorang remaja pekerja keras, bossy, mandiri, namun rendah hati. Foster mulai menggeluti dunia film sejak kanak-kanak. Ia pertama kali bermain dalam film Napoleon and Samantha (1972). Ketika itu ia baru berusia delapan tahun. Hingga sekarang Foster sudah melakoni berbagai macam peran dalam sedikitnya 32 film.
Setelah sekian tahun berperan dalam film ia memulai debutnya sebagai sutradara dalam film Little Man Tate (1991). Dalam film yang ditulis oleh Scott A Frank, ditampilkan tokoh ibu (Jodie Foster) seorang anak (diperankan Adam Hann-Byrd), yang sangat cerdas, jauh melampaui kawan-kawannya di sekolah.
Dalam film yang ditayangkan Indosiar siang ini (Jumat, 19 Desember 1997, pukul 12.00 WIB), jika tak ada perubahan, rupanya Foster ingin mengidentifikasikan dirinya sebagai bocah laki-laki itu. Fred Tate, bocah genius berbakat itu, terkucil dari pergaulan, tetapi ia tidak peduli. Ia hanya ingin hidup sederhana dan normal.
Dikisahkan, Fred yang baru berusia delapan tahun, bisa memecahkan persoalan matematika yang rumit bagi anak seusianya. Bukan hanya hebat dalam pelajaran di sekolah, Fred juga seorang pemain organ yang berbakat dan pengagum karya-karya seni. Perkenalannya dengan Dr Jane Grierson (Dianne Wiest), seorang ahli matematika memaksanya hidup terpisah dengan ibunya, karena ia diminta mengikuti kuliah di sebuah perguruan tinggi di kota lain. Sebagai seorang anak, ia sebenarnya sangat butuh dekat dengan orang tuanya, yang juga sekaligus sebagai teman bermainnya sepulang sekolah.
Rupanya Dr Jane adalah seorang guru ambisius yang ingin meraih kebanggaan dengan memasukkan Fred ke perguruan tinggi. Fred dijadikan sebagai obyek penelitian. Pada mulanya sang ibu menolak anaknya disekolahkan, tetapi Jane tetap memaksa dengan dalih kejeniusan seorang anak bukan hal yang harus disembunyikan.
***
TIDAK berlebihan jika dikatakan, Jodie Foster adalah legenda. Boleh dibilang hanya tiga tahun dari usianya yang sudah 35 tahun yang benar-benar ia miliki secara pribadi. Selebihnya ia harus mengakui bahwa dirinya adalah milik masyarakat. Sejak berusia tiga tahun, ia sudah terbiasa disorot lampu kamera sebagai foto model iklan. Dan sudah menjadi tulang punggung keluarganya sejak bisa membuat tanda tangan.
Ketika Martin Scorsese memintanya untuk bermain dalam Alice Doesn’t Live Here Anymore (1975), sutradara kontroversial ini langsung jatuh hati melihat bakat akting dan kecerdasan Foster yang waktu itu baru berusia 12 tahun. Dan tanpa ragu, setahun kemudian, Scorsese menawarkan peran sebagai pelacur jalanan di bawah umur untuk film Taxi Driver.
Pada usia sangat muda, 13 tahun, ia sudah masuk nominasi Oscar untuk perannya dalam film tersebut. Dua belas tahun kemudian ia berhasil memperoleh Oscar untuk permainannya yang gemilang sebagai korban perkosaan dalam The Accused, dan pada tahun 1991, untuk kedua kalinya ia merebut piala bergengsi itu untuk perannya sebagai agen FBI dalam The Silence of the Lambs.
Foster yang lahir dengan nama Alicia Christian Foster pada tanggal 19 November 1962 di Los Angeles, California, Amerika Serikat, membuktikan dirinya punya kepercayaan diri yang besar. Ia sama sekali tidak pernah menunjukkan ketergantungannya pada sistem kerja industri film Hollywood, rasa sayang pada suksesnya sebagai bintang, atau popularitasnya. Tanpa ragu, pada tahun 1980, ia meninggalkan Hollywood untuk belajar di Yale University.
Dalam masa belajarnya yang cukup ketat, ia masih bisa membintangi lima buah film, dan hasilnya luar biasa. Ia lulus tahun 1985 dengan yudisium magna cum laude. Sekali lagi Foster membuktikan bahwa ia bukan cemerlang dalam karier di dunia film saja. Tetapi baginya, sukses di film dan studi bukan merupakan sesuatu yang istimewa. “Itu hanya karena saya mengikuti naluri. Naluri saya mengatakan, bahwa memang seharusnya saya begitu,” katanya.
***
SEBENARNYA, dari sederetan filmnya tidak banyak yang meledak di pasaran, kecuali kalau boleh disebut di antaranya The Accused, Silence of the Lambs, atau Maveric. Namun begitu, ia tak pernah merasa gentar dan tidak terlalu peduli dengan “kekurangan” itu. Buktinya, pada tahun 1990, ia malah terjun ke dunia bisnis film dengan mendirikan, memiliki, dan memimpin Egg Pictures di Los Angeles.
Foster dikenal sangat pandai bernegosiasi. Berkat kepiawaiannya itu, ia berhasil mendapat modal dari PolyGram untuk membuat film selama tiga tahun, meski tidak memberi peluang penanam modal ikut campur tangan dalam perusahaannya.
Berbeda dengan kebanyakan “penghuni” Hollywood, meski berpenghasilan cukup besar untuk ukuran selebritis, Foster tetap hidup sederhana. Sebagai seorang aktris top pemegang piala Oscar, ia tidak memiliki sopir pribadi, rumah pribadi, maupun pengawal pribadi. Satu-satunya kekayaannya yang kelihatan di depan mata, adalah mobil VW kodok yang ia pakai sejak masih kuliah. Ia memilih tinggal di apartemen sewaan yang sederhana, meski sudah membangun sebuah rumah untuk ibunya.
“Saya senang dengan gaya hidup seperti ini. Saya ingin seperti teman-teman yang lain, yang selalu disibukkan urusan sehari-hari, misalnya membawa cucian ke laundry, memposkan surat, memasak makanan siang, memikirkan rekening listrik, dan sebagainya,” tutur Foster suatu waktu.
Apa pun pilihan hidupnya, ia menjalaninya dengan penuh keyakinan. Ia bahkan tidak merasa khawatir jika suatu waktu popularitasnya surut. Masalah besar bagi artis, katanya, adalah mereka seringkali berpikir inilah film terakhir yang dibintanginya. “Ketika mereka sudah mencapai usia 35 tahun, mereka merasa tak bisa berkarier lagi di dunia film. Itu benar dan bisa dimengerti. Jalan keluarnya adalah jangan pernah ingin menjadi bintang besar,” katanya. (Nasru Alam Aziz)